Kamis, 12 Januari 2012

taufik ismail, bagaimana kalau


Bagaimana kalau dulu bukan khuldi yang dimakan Adam,tapi buah alpukat.
Bagaimana kalau bumi bukan bulat tapi segi empat.
Bagaimana kalau lagu Indonesia Raya kita rubah, dan kepada Koes Plus kita beri mandat
Bagaimana kalau ibukota Amerika Hanoi, dan ibukota Indonesia Monaco.
Bagaimana kalau malam nanti jam sebelas, salju turun di Gunung Sahar.
Bagaimana kalau bisa dibuktikan bahwa Ali Murtopo, Ali Sadikin dan Ali Wardhana ternyata pengarang-pengarang lagu pop.
Bagaimana kalau hutang-hutang Indonesia dibayar dengan pementasan Rendra.
Bagaimana kalau segala yang kita angankan terjadi, dan segala yang terjadi pernah kita rancangkan.
Bagaimana kalau akustik dunia jadi sedemikian sempurnanya sehingga dikamar tidur kau dengar deru bom Vietnam, gemersik sejuta kaki pengungsi, gemuruh banjir dan gempa bumi sera suara-suara percintaan anak muda, juga bunyi industri presisi dan margasatwa Afrika.
Bagaimana kalau pemerintah diizinkan protes dan rakyat kecil mempertimbangkan protes itu.
Bagaimana kalau kesenian dihentikan saja sampai di sini dan kita pelihara ternak sebagai pengganti.
Bagaimana kalau sampai waktunya kita tidak perlu bertanya bagaimana lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar